Memajukan UMKM dengan Produk Sertifikasi Halal

 MEMAJUKAN UMKM DENGAN PRODUK SERTIFIKASI HALAL


     Nurul Hayatus Sifa1

Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

UIN Kiai Achmad Siddiq Jember

Jl. Mataram No.1 Mangli, Kec. Kaliwates, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68136

Nurulsyifa21.9f@gmail.com


ABSTRAK

Pernyataan dari Directorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (DUKCAPIL) terkait jumlah penduduk muslim indonesia yang mencapai 86,93% per 31Desember 2021. dari data tersebut indonesia merupakan negara yang sangat strategis untuk perkembangan industri halal pada UMKM. Namun realitanya industri halal khususnya UMKM tidak berkembang secara maksimal. Salah satu penyebabnya adalah Banyak produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mencantumkan label halal tetapi tidak mendapatkan sertifikasi halal. Tulisan ini bertujuan untuk memberika kesadaran bagi para pelaku UMKM terkait pentingnya sertifikasi halal. Pada penelitian kalian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan jenis data sekunder berupa studi pustaka dengan literatur jurnal dan buku. Hasil pembahasannya yaitu Padahal prosedur yang berlaku dalam pemberian izin label halal ini adalah berdasarkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI. Pengetahuan masyarakat akan makanan, obat atau produk yang lainnya yang berkaitan dengan halal cukup tinggi namun kesadaran untuk memverifikasi barang yang terjamin kehalalannya masih rendah. Sehingga menyebabkan banyak dari pelaku UMKM tidak memiliki izin sertifikasi produk yang halal. Padahal dengan Meningkatkan kualitas produk dengan cara sertifikasi halal, dapat memenuhi minat dan kenyamanan kepada konsumen terutama konsumen muslim. Melalui tulisan ini diharapkan akan mampu memberikan pemahaman dan kesadaran terkait sertifikasi halal pada UMKM.


Kata Kunci : halal pada umkm, pentingnya sertifikasi halal, BPJH, UMKM.


ABSTRACT

Statement from the Directorate General of Population and Civil Registration (DUKCAPIL) regarding Indonesia's Muslim population which reached 86.93% as of 31 December 2021. From these data Indonesia is a very strategic country for the development of the halal industry for UMKM. But in reality the halal industry, especially UMKM, has not developed optimally. One reason is that many Micro, Small and Medium Enterprises (UMKM) products carry a halal label but do not receive halal certification. This paper aims to raise awareness for UMKM actors regarding the importance of halal certification. In your research, the authors used a qualitative descriptive method, with secondary data types in the form of literature studies with journal and book literature. The results of the discussion are that even though the procedures that apply in granting halal label permits are based on halal certificates issued by the UMKM. Public knowledge of food, medicine or other products related to halal is quite high, but awareness to verify goods that are guaranteed to be halal is still low. This causes many UMKM to not have permits for halal product certification. In fact, by improving product quality by means of halal certification, it can fulfill the interests and convenience of consumers, especially Muslim consumers. Through this paper it is hoped that it will be able to provide understanding and awareness regarding halal certification to UMKM.


Keywords: halal certification for UMKM, the importance of halal certification, BPJH, UMKM




PENDAHULUAN

Industri halal merupakan bagian penting dalam perekonomian dunia. Seperti dikutip dalam laman milik BPJPH Kementerian Agama, berdasarkan laporan State of Global Islamic Economy Report (SGIE) 2020, Indonesia termasuk dalam tiga besar negara dengan nilai investasi produk halal tertinggi mencapai USD6,3 miliar atau meningkat 219% dari tahun sebelumnya. Indonesia menjadi peluang besar dalam pengembangan Industri halal dengan keuntungan demografi yaitu 209,1 juta jiwa penduduk muslim. Pangsa pasar makanan halal sekitar Rp 2,3 triliun, sedangkan busana muslim berpotensi mencapai Rp 190 triliun. Pariwisata halal diperkirakan mencapai Rp 135 triliun, potensi haji dan umrah Rp 120 triliun dan pendidikan tumbuh hingga Rp 40 triliun. Dari potensi tersebut bermain di pasar domestik saja sudah cukup bagi Indonesia untuk memenangkan persaingan di industri halal global.

Sertifikat halal pada sebuah produk dewasa ini sudah menjadi suatu keharusan. Karena masyarakat akan semakin selektif dan enggan mengonsumsi produk yang tidak memiliki sertifikat halal akan ditinggalkan. Banyak produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mencantumkan label halal tetapi tidak mendapatkan sertifikat halal. Padahal prosedur yang berlaku dalam pemberian izin label halal ini adalah berdasarkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI. Pengetahuan masyarakat akan makanan, obat atau produk yang lainnya yang berkaitan dengan halal cukup tinggi namun kesadaran untuk memverifikasi barang yang terjamin kehalalannya masih rendah. Bahkan ada banyak produk UMKM yang mencantumkan label halal tanpa sertifikat halal. Kepastian kebenaran label halal diperoleh melalui sertifikasi halal yang dikeluarkan lembaga yang berwenang yaitu LPPOM MUI. Adapun tujuan mencantumkan label halal dengan sertifikat halal adalah untuk meningkatkan pangsa pasar dan jumlah penjualan. Seterusnya, memenuhi tuntutan dan memberi kepuasan kepada konsumen. Meningkatkan kualitas produk, memenuhi minat dan kenyamanan kepada konsumen terutama konsumen muslim. 

Berdasarkan pada pertimbangan dan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam sejauh manakah tinjauan hukum atas produk pangan yang tidak bersertifikat halal yang seharusnya memiliki legitimasi yang kuat sebagai suatu kewajiban. Oleh karena itu, penulis memilih judul penulisan hukum ini adalah: “MEMAJUKAN UMKM DENGAN PRODUK SERTIFIKASI HALAL” 


METODE

Pendekatan dan jenis penelitian yaitu Kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Jadi penelitian kualitatif atau disebut juga penelitian natural atau penelitian alamiah adalah jenis penelitian dengan mengutamakan penekanan pada proses dan makna yang tidak diuji, atau diukur dengan setepat- tepatnya dengan data yang berupa data deskriptif. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kejadian yang di dengar,cdirasakan dan dibuat dalam pernyataan naratif atau deskripsi. Jenis penelitian ini berkarakteristik alamiah atau bersetting apa adanya dari fenomena yang terjadi di lapangan yang menitik beratkan pada kualitasnya.


HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemahaman Sertifikasi Halal bagi UMKM

      Produk bersertifikasi halal di Indonesia menjadi komoditas perdagangan yang dicari oleh konsumen, karena merunut kesejarahannya kehadiran sertifikasi halal yang ditangani oleh LPPOM MUI berawal dari desakan konsumen yang resah dengan kehadiran produk yang tidak mampu menjamin kehalalan, keamanan dan kesehatannya. Sehingga, diperlukan sertifikasi halal. Namun, pada waktu itu. Sertifikasi halal masih menjadi gerakan yang sporadis, sehingga Indonesia meskipun memiliki konsumen muslim tertinggi di dunia namun belum mampu menjadi pemenang pasar dalam industri halal. Ada kegagalan pasar, dalam persoalan jaminan mutu produk di Indonesia.

       Mengarah pada pemahaman pelaku UMKM terhadap proses sertifikasi halal dimulai dari menanyakan apakah responden sudah memiliki sertifikasi halal untuk produknya, menanyakan mengenai lembaga mana yang mengeluarkan sertifikasi halal, dan prosedural untuk mengajukan sertifikasi halal. Hal ini ditujukan untuk melihat pemahaman dasar pelaku UMKM terhadap sertifikasi halal, terutama dari segi kelembagaan dan administratif. 

     Selanjutnya ditanyakan kepada pelaku UMKM terkait tanggapan tentang relevansi antara sertifikasi halal dan produk makanan yang mereka jual. Pertanyaan dimulai dengan menanyakan keinginan responden untuk mendaftarkan produknya agar bisa memiliki label halal, kemudian dilanjut dengan menanyakan alasan mengapa produk yang mereka jual tidak memiliki label halal dan juga menanyakan apakah responden memiliki keinginan untuk mendaftarkan produknya untuk mendapatkan label halal tersebut. Kemudian ditanyakan pula mengenai mengenai labelisasi produk mereka dan dampaknya terhadap penjualan produk mereka tersebut. Pertanyaan yang ditanyakan antara lain seperti menanyakan apakah sertifikasi halal akan memberikan dampak khusus bagi penjualannya, apakah sertifikasi halal memberikan keuntungan untuk meningkatkan minat beli konsumen serta apakah sertifikasi halal akan memberikan keuntungan lebih terhadap penjualan.

     Tahapan berikutnya berupa pemaparan beberapa materi mengenai halal, produk halal, sertifikasi halal dan hubungan antara produk halal dengan konteks apa itu halal dan haram dalam makanan, dijelaskan bahwa agar bisa dikatakan halal dan sah secara syariat Islam, makanan yang diproduksi harus bebas dari unsur-unsur yang mengharamkan, seperti kandungan babi, alkholol, dan kandungan haram lainnya yang bisa saja terdapat dalam bahan-bahan lain seperti penyedap makanan, pewarna makanan dan yang lainnya. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa halal dalam produk makanan juga bisa dipengaruhi dari penyedia bahan mentah seperti daging ayam, dan kehalalan dari produk bisa saja terancam jika daging ayam yang menjadi bahan utamanya tersebut merupakan ayam yang tidak disembelih sesuai dengan syariat Islam dan sehingga dapat memengaruhi kehalalan dari produk makanan yang dijual oleh UMKM tersebut.


Proses Produk Sertifikasi Halal

Dalam proses sertifikasi halal ada pola komunikasi yang harus dibangun oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi. Sejak diberlakukannya UU JPH No. 33 tahun 2014, para pihak yang terlibat adalah Kementerian Agama, Lembaga Penjamin Halal, Auditor, Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI, pelaku usaha, dan konsumen. Proses tersebut mengandaikan bahwa semua produk harus terlabelisasi agar konsumen terjamin keamanan dan kenyamanannya dalam akativitas konsumsinya, sehingga konsep halālan thayyiban bisa terimplementasi dengan maksimal.

Untuk menjamin kelancaran proses produksi halal pelaku usaha berhak memperoleh beberapa hal yaitu informasi, edukasi, dan sosialisasi mengenai sistem JPH pembinaan dalam memproduksi Produk Halal dan pelayanan untuk mendapatkan Sertifikat Halal secara cepat, efisien, biaya terjangkau, dan tidak diskriminatif. Selain itu, pelaku usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal wajib: Pertama, memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur; Kedua, memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal; Ketiga, memiliki Penyelia Halal; dan Ke-empat, melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH. 

Bagi Pelaku Usaha yang telah memperoleh sertifikat halal ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan yaitu: Pertama, mencantumkan Label Halal terhadap Produk yang telah mendapat Sertifikat Halal; Kedua, menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal; Ketiga, memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal; Ke-empat memperbarui Sertifikat Halal jika masa berlaku Sertifikat Halal berakhir; dan Kelima melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH. Oleh karena itu, terhadap produk atau makanan yang berasal dari daging babi, anjing dan hewan lainnya yang dinyatakan tidak halal untuk golongan masyarakat tertentu tidak adanya label maupun sertifikat halal pun tidak menghalangi mereka untuk memakan produk tersebut.

Tata cara memperoleh Sertifikat Halal diawali dengan pengajuan permohonan Sertifikat Halal oleh Pelaku Usaha kepada BPJPH. Selanjutnya, BPJPH melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen. Pemeriksaan atau pengujian kehalalan Produk dilakukan oleh LPH. LPH tersebut harus memperoleh akreditasi dari BPJH yang berkerja sama dengan MUI. Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI melalui sidang fatwa halal MUI dalam bentuk keputusan Penetapan Halal Produk yang ditandatangani oleh MUI. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal berdasarkan keputusan Penetapan Halal Produk dari MUI tersebut. Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan. Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.

Sertifikasi produk halal di memberlakukan tidak hanya terhadap barang dalam negeri tetapi juga produk luar negeri yang masuk ke Indonesia. Produk luar negeri dapat diterima dengan membawa sertifikat halal dari negaranya atau dilakukan pengecekan kembali oleh LPPOM MUI. Sejumlah lembaga yang terlibat dalam proses sertifikasi halal yaitu BPJPH dari Kementerian Agama, Badan BPOM, Komisi Fatwa MUI, LPPOM MUI yang tergabung dalam KHI.


SIMPULAN

Implementasi sertifikasi halal dapat dilakukan 2 (dua) macam tindakan, 

yaitu pertama, Mengarah pada pemahaman pelaku UMKM terhadap proses sertifikasi halal dimulai dari menanyakan apakah responden sudah memiliki sertifikasi halal untuk produknya, menanyakan mengenai lembaga mana yang mengeluarkan sertifikasi halal, dan prosedural untuk mengajukan sertifikasi halal. 

Kedua, yaitu proses pengurusan sertifikasi halal. Pelaku usaha berhak memperoleh beberapa hal yaitu informasi, edukasi, dan sosialisasi mengenai sistem JPH pembinaan dalam memproduksi Produk Halal. Bagi Pelaku Usaha yang telah memperoleh sertifikat halal ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan. Selanjutnya yaitu pengajuan permohonan Sertifikat Halal oleh Pelaku Usaha kepada BPJPH, dilakukannya pemeriksaan atau pengujian kehalalan Produk dilakukan oleh LPH yang bekerja sama dengan MUI. Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI melalui sidang fatwa halal MUI dalam bentuk keputusan Penetapan Halal Produk yang ditandatangani oleh MUI. 

Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan. Dan Sertifikasi produk halal di memberlakukan tidak hanya terhadap barang dalam negeri tetapi juga produk luar negeri yang masuk ke Indonesia dengan dilakukan pengecekan kembali oleh LPPOM MUI.


DAFTAR PUSTAKA


Masruroh, Nikmatul, and Ahmad Fadli. "GERAK KUASA NEGARA DALAM PERDAGANGAN KOMODITAS BERSERTIFIKAT HALAL DI INDONESIA: State Power Movement in Halal Certified Commodity Trading in Indonesia." Proceedings. Vol. 1. 2022.

Nopiardo, Widi. "Perkembangan Fatwa MUI Tentang Masalah Zakat." JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 16.1 (2017): 89-109.

Masruroh, Nikmatul. "Dinamika Identitas Dan Religiusitas Pada Branding Halal Di Indonesia." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 14.2 (2020): 317-338.

Hidayat, Asep Syarifuddin, and Mustolih Siradj. "Sertifikasi halal dan sertifikasi non halal pada produk pangan industri." AHKAM: Jurnal Ilmu Syariah 15.2 (2015).

Masruroh, Nikmatul, and Attori Alfi Shahrin. "Kontestasi Agama, Pasar dan Negara dalam Membangkitkan Daya Saing Ekonomi Umat melalui Sertifikasi Halal." Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars. Vol. 6. No. 1. 2022.